Jumat, 06 November 2015

Tanggal Peristiwa Penting Seputar Hari Kemerdekaan RI

#Sejarah_Kelas_X Tanggal Peristiwa Penting Seputar Hari Kemerdekaan RI -Menjelang dan sesudah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia banyak peristiwa penting yang harus kita ketahui sebagai bagian dari sejarah perjalanan bangsa ini, berikut tanggal peristiwa penting : 

1. Tanggal15 Agustus 1945 Peristiwa Rangasdengklok. 
2. Tanggal 16 Agustus 1945 Penyusunan Teks Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
3. Tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 
4. Tanggal18 Agustus 1945 – Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia I.
Serta Penetapan UUD 1945 sebagai UUD Proklamasi oleh PPKI. 
5. Tanggal 22 Agustus 1945 Pembentukan Komite Nasional, PNI, dan BKR. 
6. Tanggal 1 September 1945 Pekik perjuangan "Merdeka". 
7. Tanggal 2 September 1945 Pembentukan Kabinet RI yang pertama.

Tanggal Peristiwa Penting Seputar Hari Kemerdekaan RI
8. Tanggal 5 September 1945 Pernyataan negeri Yogyakarta Hadiningrat sebagai daerah istimewa dalam negara RI.
9. Tanggal 8 September 1945 Misi sekutu yang pertama.

10. Tanggal 10 September 1945 Pengumuman bala tentara Jepang di Jawa, bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada sekutu dan tidak kepada Indonesia.

11. Tanggal 17 September 1945 Palang Merah Indonesia.

12. Tanggal 19 September 1945 – Rapat Raksasa di lapangan IKADA Jakarta.Serta Insiden Hotel Yamato.
13. Tanggal 29 September 1945 Pendaratan tentara sekutu (AFNEI).


14. Tanggal 4 Oktober 1945 Ahmad Tahir membentuk "Barisan Pemuda Indonesia" dan menyerang Jepang di Sumatra.


15. Tanggal 5 Oktober 1945 Pembentukan TKR.

16. Tanggal 15 Oktober 1945 Pertempuran lima hari di Semarang.

17. 16 Oktober 1945 Maklumat Wakil Presiden nomor X tentang pemberian kekuasaan
legislatif kepada Komite Nasional Pusat.
18. Tanggal 25 Oktober 1945 Pertemuan pertama Presiden Soekarno dengan pimpinan tentara sekutu Letjen Christison.


19. Tanggal 3 November 1945 Maklumat pemerintah tentang pembentukan partai politik.

20. Tanggal 10 November 1945 Peristiwa pertempuran Surabaya.

21. Tanggal 14 November 1945 Pembentukan Kabinet RI II bersifat Parlementer (Kabinet Sjahrir).

22. Tanggal 17 November 1945 Pertemuan pertama antara RI – Belanda – Sekutu di mabes tentara Inggris di Jakarta.

23. Tanggal 18 November 1945 Berdirinya Akademi Militer Tangerang.

24. Tanggal 21 November 1945 Pertempuran Ambarawa.

25. Tanggal 10 Desember 1945 Pertempuran Medan Area.

26. Tanggal 18 Desember 1945 Pengangkatan Jendral Soedirman sebagai Panglima besar TKR.

27. Tanggal 19 Desember 1945 Pertempuran Karawang – Bekasi.

sumber : http://www.cpuik.com/2013/04/tanggal-peristiwa-penting-seputar-hari.html

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara

#Sejarah_Kelas_X Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Masa Praaksara - Kehidupan serta kebudayaan manusia di bumi nusantara pada awalnya merupakan kehidupan yang relatif sederhana dan masyarakatnya belum mengenal tulisan. 

Zaman ketika masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan disebut masyarakat Indonesia zaman praaksara. Zaman ini berlangsung sejak manusia ada sampai manusia mengenal tulisan dalam kehidupan budayanya. Masyarakat yang hidup pada masa praaksara ini hanya meninggalkan benda-benda kebudayaan dan mewariskan kepada anak cucunya berupa alat-alat dari batu, tulang, logam, serta lukisan yang terdapat pada dinding-dinding gua tempat tinggalnya. 

Karena zaman praaksara belum meninggalkan tulisan, maka para peneliti hanya meneliti benda-benda tersebut untuk merekonstruksi kehidupan mereka. Dari cara ini para peneliti membuat penafsiran atau perkiraan tentang kehidupan pada masa lalu. Benda-benda prasejarah yang berupa alat-alat dari batu, kayu, tulang, logam, serta fosil tersebut akan dapat diketahui bagaimana cara hidupnya, di mana, dan bagaimana kehidupan mereka.

Periodisasi masyarakat Indonesia masa praaksara

Masyarakat Indonesia Masa Praaksara
Dari kehidupan masyarakat zaman praaksara, kita mendapatkan warisan berupa alat-alat dari batu, tulang, kayu, dan logam serta lukisan pada dinding-dinding gua. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting dalam usaha menuliskan sejarah kehidupan manusia. 

Jejak-jejak tersebut mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah dan akan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya sampai turun temurun. Jejak sejarah yang historis merupakan jejak sejarah yang menurut para ahli memiliki informasi tentang kejadian-kejadian historis, sehingga dapat dipergunakan untuk penulisan sejarah.

Jejak historis ada dua, yaitu jejak historis berwujud benda dan jejak historis yang berwujud tulisan. Jejak historis berwujud benda merupakan hasil budaya/tradisi di masa kuno, misalnya, tradisi zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, Megalitikum, dan Perundagian.
a. Tradisi manusia hidup berpindah (zaman Paleolitikum) 

Manusia di zaman hidup berpindah termasuk jenis Pithecanthropus. Mereka hidup dari mengumpulkan makanan (food gathering), hidup di gua-gua, masih tampak liar, belum mampu menguasai alam, dan tidak menetap.

Kebudayaan mereka sering disebut kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Disebut kebudayaan Pacitan sebab alat-alat budayanya banyak ditemukan di Pacitan (di Pegunungan Sewu Pantai Selatan Jawa) berupa chopper (kapak penetak) disebut juga kapak genggam. Karena masih terbuat dari batu maka disebut stone culture (budaya batu). Alat sejenis juga ditemukan di Parigi (Sulawesi) dan Lahat (Sumatra).

Kebudayaan Ngandong ditemukan di desa Ngandong (daerah Ngawi Jawa Timur). Alatnya ada yang terbuat dari tulang maka disebut bone culture. Di Ngandong ditemukan juga kapak genggam, benda dari batu berupa flakes dan batu indah berwarna yang disebut chalcedon.
b. Peningkatan hidup manusia memasuki hidup setengah menetap/semisedenter (zaman Mesolitikum)

Mereka sudah memiliki kemajuan hidup seperti adanya kjokkenmoddinger (sampah
kerang) dan abris sous roche (gua tempat tinggal). Alat-alatnya adalah kapak genggam
(pebble) disebut juga kapak Sumatra, kapak pendek (hache courte), dan pipisan.
c. Tradisi manusia zaman hidup menetap (zaman Neolitikum)

Pada zaman ini, manusia sudah mulai food producing, yakni mengusahakan bercocok tanam sederhana dengan mengusahakan ladang. Jenis tanamannya adalah ubi, talas, padi, dan jelai. Mereka menggunakan peralatan yang lebih bagus seperti beliung persegi atau kapak persegi dan kapak lonjong yang dipergunakan untuk mengerjakan tanah. Kapak persegi ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan Barat, sedangkan di Semenanjung Melayu kapak ini disebut kapak bahu. 

Kapak lonjong berbentuk bulat telur, banyak ditemukan di Sulawesi, Papua, atau kepulauan Indonesia Timur. Alat serpih untuk mata panah dan mata tombak ditemukan di Gua Lawa Sampung (Jawa Timur) dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Di Malolo (Sumba Timur) ditemukan kendi air. Pada masa ini, terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia (Tonkin di Indocina) ke Nusantara yang kemudian disebut bangsa Proto Melayu pada tahun 1500 SM melalui jalan barat dan jalan utara. 

Alat yang dipergunakan adalah kapak persegi, beliung persegi, pebble (kapak Sumatra), dan kapak genggam. Kebudayaan itu oleh Madame Madeleine Colani, ahli sejarah Prancis, dinamakan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Kepercayaan zaman bercocok tanam adalah menyembah dewa alam.
d. Tradisi Megalitikum

Pada zaman ini, alat dibuat dari batu besar seperti menhir, dolmen, dan sarkofagus. Menhir adalah tugu batu besar tempat roh nenek moyang, ditemukan di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Dolmen adalah meja batu besar (altar), terdapat di Bondowoso, Jawa Timur. Sarkofagus adalah kubur peti batu besar. Di Sulawesi, sarkofagus dikenal dengan sebutan waruga.
e. Tradisi zaman perundagian

Setelah hidup menetap, mereka semakin pandai membuat alat, bahkan dengan kedatangan bangsa Deutero Melayu pada 500 SM, mereka sudah mampu membuat alat dari logam (sering disebut budaya Dongson karena berasal dari Dongson). Zaman ini disebut zaman kemahiran teknologi. Mereka juga telah mengenal sawah dan sistem pengairan. Jenis benda logam yang dibuat di Indonesia pada zaman ini, antara lain, sebagai berikut.

1) Nekara, yaitu semacam tambur besar yang ditemukan di Bali, Roti, Alor, Kei, dan Papua.
2) Kapak corong, disebut demikian karena bagian tangkainya berbentuk corong. Sebutan lainnya adalah kapak sepatu. Benda ini dipergunakan untuk upacara. Banyak ditemukan di Makassar, Jawa, Bali, Pulau Selayar, dan Papua.
3) Arca perunggu, ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, dan Limbangan, Bogor. Selain itu, ada perhiasan perunggu, benda besi, dan manik-manik. Kepercayaan di zaman perundagian adalah menyembah roh nenek moyang (animisme).

sumber : http://www.cpuik.com/2013/04/tradisi-sejarah-masyarakat-indonesia.html

Perkembangan Rekaman Tertulis Sejarah Indonesia (Jejak historis dan Non Historis)

#Sejarah_Kelas_X Perkembangan Rekaman Tertulis Sejarah Indonesia (Jejak historis dan Non Historis) - Jejak-jejak masa lampau menjadi bahan penting untuk menuliskan kembali sejarah umat manusia. 

Jejak masa lampau mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan penulisan sejarah. Masa lampau yang hanya meninggalkan jejak-jejak sejarah tersebut menjadi komponen penting dan mengandung informasi yang dapat dijadikan bahan untuk penulisan sejarah. 

Kisah sejarah tersebut disampaikan dari generasi ke generasi dan dapat dipelihara terus sehingga mampu untuk mengisahkan kembali peristiwa dari jejak-jejak pada masa lampau. Jejak sejarah dapat dibedakan menjadi dua.

1) Jejak historis, yaitu jejak sejarah yang menurut sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang historis sehingga dapat digunakan untuk menyusun penulisan sejarah.

Prasasti
2) Jejak non historis, yaitu suatu kejadian pada masa lampau yang tidak memiliki nilai sejarah. Jejak historis yang berwujud tulisan merupakan rekaman tertulis tradisi masyarakat pada masa lalu. Rekaman tertulis di Indonesia terbagi menjadi sumber tertulis sezaman dan setempat, sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat, dan sumber tertulis setempat tidak sezaman.

1) Sumber tertulis sezaman dan setempat

Sumber tertulis sezaman ialah sumber tersebut ditulis oleh orang yang mengalami peristiwa itu, atau ditulis waktu itu, atau ditulis tidak lama setelah peristiwa itu terjadi. Sumber setempat maksudnya adalah penulisannya di dalam negeri sendiri.

Contoh sumber tertulis sezaman dan setempat adalah prasasti. Prasasti berarti pengumuman atau proklamasi, semacam perundang-undangan yang memuji raja, dan biasanya berbentuk puisi atau bahasa puisi. Dalam istilah bahasa Inggris disebut enloggistie. Istilah lain untuk prasasti adalah inscriptie atau piagam. 

Ilmu yang mempelajari tentang prasasti disebut epigraphy. Prasasti ada yang terbuat dari batu (disebut Caila Prasasti), dari logam, atau dari batu bata. Wujud prasasti yang berupa batu (Caila Prasasti) terdiri atas:

a) batu biasa (batu kali) disebut natural stone;
b) batu lingga (batu lambang Siwa);
c) pseudo lingga (lingga semu), biasanya berupa batu patok atau batu pembatas;
d) batu yoni (lambang isteri Siwa), biasanya juga disebut lambang wanita.

Adapun prasasti dari logam terbuat dari tembaga, perunggu, atau emas. Prasasti dari perunggu, misalnya, prasasti dari Airlangga, yakni prasasti Calcutta. Prasasti yang berupa batu bata disebut juga Terra Cotta. Prasasti dari batu bata ini di Indonesia hanya sedikit sekali kita dapatkan. Contohnya adalah prasasti di candi Sentul. Berdasarkan bahasa yang digunakan, prasasti dibedakan menjadi empat.

a) Prasasti berbahasa Sanskerta, misalnya, prasasti Kutai, prasasti Tarumanegara, prasasti Tuk Mas, prasasti Canggal (sumber sejarah Mataram Hindu), Ratu Boko, Kalasan, Kelurak, Plumpungan, dan Dinoyo.

b) Prasasti perpaduan bahasa antara Jawa Kuno dengan Sanskerta, misalnya, prasasti Kedu, prasasti Randusari I dan II, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV.

c) Prasasti perpaduan bahasa Melayu Kuno dengan Sanskerta, misalnya prasasti Kota Kapur di Sriwijaya, prasasti Gondosuli, prasasti Dieng, dan prasasti Sajomerto (Pekalongan).

d) Prasasti perpaduan bahasa Bali Kuno dengan Sanskerta. Prasasti Bali Kuno kebanyakan terdapat di pura atau candi. Prasasti ini dianggap benda suci sehingga hanya diperlihatkan pada waktu upacara oleh para pedande (pendeta). Prasasti di Bali pada umumnya berisi Raja Casana atau peraturan dari raja. Pura yang terkenal di Bali, misalnya, Bangli, Kintamani, dan Sembiran. Ahli prasasti Bali adalah R. Goris. Beliau mentranskrip prasasti Bali. Di Bali, prasasti yang sudah rusak, hurufnya diduplikasikan kembali dengan istilah "tinulat".

Ada keanehan pada prasasti Tugu Sanur. Tinggi prasasti adalah 1 m, bentuknya agak silinder, tetapi tulisannya sudah rusak. Prasasti ini memiliki keistimewaan menggunakan huruf Pranagari menggunakan bahasa Bali Kuno, sedangkan yang menggunakan huruf Bali Kuno menggunakan Bahasa Sanskerta. Artinya, prasasti Tugu Sanur ditulis dengan menggunakan dua bahasa (bilingual). Secara umum isi prasasti memuat beberapa bagian, antara lain, sebagai berikut.

a) Penghormatan kepada dewa dalam agama Hindu biasanya diawali dengan kata Ong Civaya,sedangkan agama Buddha diawali dengan kata Ong nama Buddhaya.

b) Angka tahun dan penanggalan, dalam penulisannya biasanya diawali dengan permulaan kata-kata: "Swasti Cri Cakawarsatita" yang berarti Selamat Tahun Caka yang sudah berjalan. Penamaan hari dalam satu minggu (tujuh hari) terdiri dari: Raditya (Minggu), Soma (Senin), Anggara (Selasa), Buddha (Rabu), Respati (Kamis), Cakra (Jumat), dan Sanaiswara (Sabtu).

c) Menyebut nama raja, diawali dengan kata-kata "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah ..." dan selanjutnya.

d) Perintah kepada pegawai tinggi, perintah ini biasanya melalui Rakryan Mahapatih dengan istilah "Umingsor ring rakryan Mahapatih ...", jadi raja tidak memberi perintah langsung.

e) Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak), yang telah menolong raja atau menolong orang penting atau telah menolong rakyat banyak, misalnya, daerah penyeberangan sungai.

f) Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan sima).

g) Para saksi.

h) Desa perbatasan sima disebut juga "wanua tpisiring".

i) Hadiah yang diberikan oleh daerah yang dijadikan sima kepada raja, kepada pendeta, dan para saksi. Jika berupa uang, ukurannya adalah Su, berarti suwarna atau emas. Ma berarti masa dan Ku berarti kupang (1 su = 16 Ma = 64 Ku atau 1 Su = 1 tail = 2 real), demikianlah ukuran uangnya.

j) Jalannya upacara.

k) Tontonan yang diadakan.

l) Kutukan (sumpah serapah kepada orang yang melanggar peraturan daerah sima).

Pada zaman Islam di Indonesia masih terdapat prasasti, yakni dari zaman Sultan Agung Mataram, antara lain, ditemukan di Jawa Barat berupa tembaga di desa Kandang Sapi atau Tegalwarna daerah Karawang. Prasasti ini menggunakan bahasa Jawa Tengahan, isinya daerah Sumedang dijadikan sima karena menjaga lumbung padi.

Amangkurat I dari Mataram juga mengeluarkan prasasti di dekat Parangtritis pada sebuah gua. Prasasti ini dibuat Amangkurat waktu melarikan diri karena diserang Trunojoyo. Di situ terdapat Condro Sengkolo "Toya ingasto gono Batara" (toya = 4, asto = 2, gana = 6, Batara = 1) sama dengan 1624 tahun Jawa.

2) Sumber tertulis sezaman tetapi tidak setempat

Sumber ini dimaksudkan ditulis sezaman, tetapi ditulis di luar negeri. Sumber ini biasanya tidak begitu jelas, kebanyakan berasal dari Tiongkok, Arab, Spanyol, dan India. Misalnya, kitab Ling Wai Taita karangan Chou Ku Fei pada tahun 1178. Buku ini menggambarkan kehidupan tata pemerintahan, keadaan istana, dan benteng Kerajaan Kediri. Juga menceritakan kehidupan bangsawan pada saat itu yang memakai sepatu kulit, perhiasan emas, pakaian sutra, dan menunggang gajah atau kereta, serta pesta air dan perayaan di gunung bagi rakyat. Kitab Chu Fang Chi ditulis Chau Ju Kua pada abad ke-13, menceritakan di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu di Jawa dan Sriwijaya. 

Sumber lain adalah tambo dinasti Tang dari Cina yang memuat tentang Holing dan Sriwijaya serta tambo dinasti Ming yang membicarakan kemajuan perdagangan zaman Majapahit. Berita Fa Hsien menyebut Tarumanegara atau Jawa dengan sebutan Yepoti dalam bukunya Fo Kwa Chi. Musafir I-Tsing yang pernah datang di Indonesia (di Sriwijaya dan belajar di sana) mengatakan bahwa Sriwijaya maju perdagangannya. 

Kemudian Hwining dalam perjalanannya singgah di Holing dan bekerja sama dengan Jnanabhadra untuk menerjemahkan kitab Hastadandasastra dalam bahasa Sanskerta (mereka berada di Holing selama tiga tahun). Selain itu, banyak juga catatan dari Arab, Spanyol, India, dan Belanda.

3) Sumber tertulis setempat tidak sezaman Sumber ini ditulis lama sesudah peristiwa terjadi, mungkin sudah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut atau berdasar cerita rakyat. Misalnya, buku Babad Tanah Jawi dan kitab Pararaton (walaupun ada babad sezaman, tetapi tidak banyak). 

Material Penulisan Rekam Tertulis

Sebagai salah satu sumber penulisan sejarah, sumber sejarah tertulis menggunakan beberapa material untuk media penulisannya. Media-media penulisan tersebut tergantung pada zaman atau tingkat kemajuan budaya saat itu. Material-material yang digunakan untuk media penulisan, antara lain, sebagai berikut.

a. Bata/tanah liat, misalnya, yang ditemukan di Bugis, Makassar.
b. Batu, misalnya, prasasti Kutai.
c. Lempeng tembaga, misalnya, prasasti Watukura, berangka tahun 962 M, ditemukan di Belitung.
d. Perunggu, misalnya, tulisan yang ditemukan di genta perunggu, bergaya Kediri, Jawa Timur (+ abad XI – XII M).
e. Daun lontar, misalnya, kakawin karya Empu Kanwa.
f. Daun nipah, misalnya, naskah Raja Dewata (abad XVI), berhuruf dan berbahasa Sunda Kuno.
g. Kulit kayu, misalnya, Pustaha (buku Batak).
h. Kayu, misalnya, prasasti Kayu Jati dari Indramayu, berhuruf Cacarakan berbahasa Cirebon Kuno.
i. Tulang, misalnya, yang ditemukan di Sumatra, beraksara Batak, tertulis pada semacam tabung obat dari tulang.
j. Bambu, misalnya, Warage Baduy, digunakan sebagai alat upacara adat.
k. Emas, misalnya, Kipas Upacara (Jongan) dari Kesultanan Riau-Lingga, berhuruf/bahasa Arab (abad 19).
l. Daluwang/kertas saeh, terbuat dari kulit batang pohon saeh (Broussonetia papyera).
m. Kertas, misalnya, pada buku Babad Tanah Jawi karangan Raden Panji Sastrominarso (1886).
n. Kain, seperti kain Simbut Baduy. Corak yang diterapkan pada kain ini berupa simbol-simbol seperti yang biasa terdapat pada waruga.

sumbe : http://www.cpuik.com/2013/04/perkembangan-rekaman-tertulis-sejarah.html

Penulisan Sejarah di Indonesia (sejarah tradisional, kolonial dan Sejarah nasional)

Penulisan Sejarah di Indonesia (sejarah tradisional, kolonial dan Sejarah nasional) - Penulisan kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan pendirian dan pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan hasil penelitian. 

Dalam perkembangan selanjutnya penulisan sejarah mengalami kemajuan, yaitu dengan munculnya gagasan baru dalam penulisan sejarah.

Setelah Indonesia merdeka sejarah sudah menjadi ilmu yang wajib dipelajari dan diteliti kebenarannya dengan teori dan metode yang modern. Hal ini disebabkan oleh nation building, yaitu sejarah nasional akan mewujudkan kristalisasi identitas bangsa, serta membudayakan ilmu sejarah dalam masyarakat Indonesia yang menuntut pertumbuhan rakyat, meningkatkan kesejahteraan sejarah tentang perkembangan bangsa-bangsa. Secara garis besar ada tiga jenis penulisan sejarah (historiografi) Indonesia.

a. Penulisan sejarah tradisional (historiografi tradisional)

Penulisan Sejarah di Indonesia
Penulisan sejarah tradisional adalah penulisan sejarah yang dimulai dari zaman Hindu sampai masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini berpusat pada masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa, bersifat istanasentris yang mengutamakan keinginan dan kepentingan raja. 

Penulisan sejarah di zaman Hindu-Buddha pada umumnya ditulis di prasasti dengan tujuan agar generasi penerus dapat mengetahui peristiwa di zaman kerajaan pada masa dulu di mana seorang raja memerintah, contoh kitab Arjunawiwaha zaman Erlangga, kitab Panji zaman Kameswara, serta kitab Baratayuda dan Gatotkacasraya di zaman Kediri pada masa Raja Jayabaya. Kitab Gatotkacasraya memuat unsur javanisasi, yakni mulai muncul dewa asli Jawa, yaitu Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong).

Walaupun dari segi wajah kurang, tokoh ini bijak dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Setelah agama Islam masuk ke Nusantara maka terjadi proses akulturasi kebudayaan yang menghasilkan bentuk baru dalam penulisan sejarah. Bentuk penulisan itu adalah mulai digunakannya kitab sebagai pengganti prasasti, contohnya, Babad Tanah Jawi dan Babad Cirebon.

Penulisan peristiwa yang terjadi pada masa raja-raja Islam ditulis berdasarkan petunjuk raja untuk kepentingan kerajaan, misalkan kitab Bustanus Salatina. Kitab ini menulis sejarah Aceh, juga berisi kehidupan politik pada masa Islam di Aceh, kehidupan masyarakat, soal agama Islam, sosial, dan ekonomi.

Penulisan sejarah tradisional pada umumnya lebih menekankan pada beberapa hal berikut.

1) Hanya membahas aspek tertentu, misalnya, hanya aspek keturunan (genealogi saja) atau hanya diutamakan aspek kepercayaan (religius saja).
2) Hanya membicarakan peristiwa tertentu yang dianggap penting dan perlu ditanamkan di tengah masyarakatnya untuk kepentingan istana belaka.
3) Mengedepankan sejarah keturunan dari satu raja kepada raja berikutnya.
4) Sering sejarah tradisional hanya memuat biografi tokoh-tokoh terkemuka di masa kekuasaannya.
5) Sejarah tradisional menekankan pada struktur bukan prosesnya.

Jadi, dalam penulisan sejarah tersebut tradisi masyarakat dan peran tokoh sangat diutamakan sebab adanya gambaran raja kultus dalam penulisannya, seperti di zaman Raja Kertanegara. Namun, penulisan sejarah tradisional sangat berarti bagi penelusuran sejarah di masa lalu.

b. Penulisan sejarah kolonial (historiografi kolonial)

Penulisan sejarah kolonial adalah penulisan sejarah yang bersifat eropasentris. Tujuan penulisan ini adalah untuk memperkukuh kekuasaan mereka di Nusantara. Penulisan sejarah yang berfokus barat ini jelas merendahkan derajat bangsa Indonesia dan mengunggulkan derajat bangsa Eropa, misalnya, pemberontakan Diponegoro dan pemberontakan kaum Padri. Tokoh tersebut oleh bangsa Eropa dianggap pemberontak, sedangkan Daendels dianggap sebagai figur yang berguna.

Tulisan mereka dianggap sebagai propaganda penjajahan serta pembenaran penjajahan di Indonesia. Padahal, kenyataannya adalah penindasan. Akan tetapi, ada juga penulis Eropa yang cukup objektif, misalnya, Dr. Van Leur dengan karya tulisan Indonesian Trade and Society dan karya Dr. Schrieke, Indonesia Sociological Studies, yang memaparkan perdagangan dan masyarakat Nusantara. Dasar pemikiran sarjana Belanda tersebut dirumuskan kembali secara sistematik oleh Dr. Sartono Kartodirdjo dengan pendekatan multidimensional, yaitu pendekatan dalam penulisan sejarah dengan beberapa ilmu sosial, ekonomi, sosiologi, dan antropologi.

c. Penulisan sejarah nasional (historiografi nasional)

Penulisan sejarah nasional adalah penulisan sejarah yang bersifat Indonesia sentris, dengan metodologi sejarah Indonesia dan pendekatan multidimensional. Jadi, penulisannya dilihat dari sisi kepentingan nasional. Historiografi nasional dirintis oleh Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo.

Dalam historiografi nasional akan terungkap betapa pedihnya keadaan di zaman pergerakan nasional Indonesia oleh penjajahan barat sehingga membangkitkan semangat rakyat untuk merdeka. Historiografi nasional juga akan mengungkapkan bagaimana mengisi kemerdekaan Indonesia yang telah teraih pada 17 Agustus 1945 itu agar menjadi negara yang maju dan dihormati bangsa lain.

Dalam perkembangannya, penulisan sejarah di Indonesia pada umumnya bersifat naratif yang mengungkapkan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dan di mana serta menerangkan bagaimana itu terjadi. Supaya sejarah dapat mengikuti perkembangan ilmu lainnya maka harus meminjam konsep ilmu-ilmu sosial dan diuraikan secara sistematis.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perkembangan penulisan sejarah sebagai berikut.

1) Pendekatan sosiologi untuk melihat segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya, golongan masyarakat mana yang memelopori.
2) Pendekatan antropologi untuk mengungkapkan nilai yang mendasari perilaku para tokoh sejarah, status, gaya hidup, dan sistem kepercayaan.
3) Pendekatan politik untuk menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, tingkat sosial, dan pertentangan kekuasaan.

sumber : http://www.cpuik.com/2013/04/penulisan-sejarah-di-indonesia.html

Raja Pertama Kerajaan di Indonesia

Raja Pertama Kerajaan di Indonesia - Sejak abad ke 3, Indonesia sudah memiliki kerajaan, berikut beberapa raja-raja pertama beserta kerajaan nya yang pernah ada di Indonesia :


No
Nama Kerajaan
Raja Pertama
Tahun
1
Kerajaan Kutai
Kudungga
  350 M
2
Kerajaan Tarumanegara
Purnawarman
  400 M
3
Kerajaan Sriwijaya
Sri Jayanaga
  684 M
4
Kerajaan Mataram Hindu
Sri Sanjaya
  732 M
5
Kerajaan Medang
Empu Sendok
  929 M
6
Kerajaan Kediri
Kameswara I
1115 M
7
Kerajaan Singasari
Ken Arok
1222 M
8
Kerajaan Majapahit
Raden Wijaya
1293 M
9
Kerajaan Samudra Pasai
Sultan Malik As Saleh
1297 M
10
Kerajaan Banten
Hasanuddin
1552 M
11
Raja Aceh
Ali Mughayat Syah
1514 M
12
Kerajaan Demak
Raden Patah
1478 M
13
Kerajaan Pajang
Adiwijaya
1568 M
14
Kerajaan Mataram Islam
Sutawijaya
1586 M
15
Kerajaan Surakarta
Paku Buwono III
1755 M
16
Kerajaan Yogyakarta
Hamengku Buwono I
1755 M
17
Kerajaan Mangkunegaran
Mangkunegaran I
1757 M
18
Kerajaan Paku Alaman
Paku Alam I
1813 M

sumber : http://www.cpuik.com/2013/04/raja-pertama-kerajaan-di-indonesia.html